Naskah Drama Putri
Mandalika (Nyale)
Pada zaman dahulu di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah
kerajaan yang bernama Tonjang Beru. Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh
raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya. Raja itu bernama raja Tonjang
Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Mereka mempunyai seorang putri yang
amat elok parasnya serta sangat anggun dan jelita, yang bernama Putri
Mandalika. Di samping anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Semua
orang tahu tentang keindahan dan kebaikan Putri Mandalika, bahkan orang-orang
dari kerajaan lain di sekitar pulau.
Pada suatu hari, putri Mandalika yang sedang menari di ruang
utama kerajaan dikejutkan oleh datangnya para pangeran yang membagi habis bumi
Sasak (Lombok) untuk melamar putri Mandalika. Masing – masing dari kerajaan
Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan kerajaan Beru.
(Putri Mandalika menari dengan nikmatanya, kemudian bingung
dengan datangnya para panggeran).
Panggeran Datu Teruna : “Aku datang putri Mandalika,”(Putri Mandalika terkejut
mendengar sapaan sang panggeran, lalu berlari ke sudut lain)
Panggeran
Maliawang : “Aku di sini putri”
(Putri Mandalika pun
terkejut lagi dan berlari ke arah sudut yang sama, tapi tetap saja menemukan
pangeran yang lainnya yaitu dari kerajaan Beru) (Putri pun terkapar)
Putri
Mandalika : “Ayahanda.. Ibunda? Ada apa ini? Siapa
mereka?”
(Raja Tojang Beru berjalan menuju ruang utama
kerajaan)
R. Tojang
Beru : “Oh ruapanya para panggeran sudah
datang. Putri ku ini adalah para pangeran yang datang untuk melamarmu,”
Putri
Mandalika : “Maksud ayahanda?”
P. Dewi Seranting
: “Ya, mereka melamar mu
dan kau harus memilih salah satunya untuk menjadi pendamping hidup mu putri
ku,”(Wajah putri Mandalika yang nampak kebingunagan)
R. Tojang
Beru : “Terimakasih atas kedatangan kalian”
(Para pangeran pun menunduk depan raja Tojang
Beru, memberikan penghormatan)
R. Tojang
Beru : “ Silahkan jelaskan maksud kalian,”
(Pangeran Datu Teruna pun berdiri)
Pangeran Datu Teruna: “Aku di sini datang melamarmu adindaku, kau
pasti mau dengan ku!” (Pangeran Maliawang pun berdiri)
Pangeran Maliawang : “Tidak, mana mau
dia dengan kau! yang pantas dengan mu itu aku putri,”
(Panggeran dari kerajaan Pane pun berdiri)
Kerajaan Pane
: “Heh, apa yang kau katakan? Putri akulah
pangeran impian mu,” (Panggeran dari kerajaan Kuripan pun berdiri)
Kerajaan Kuripan : “Kau, kau dan kau tak pantas untuknya, akulah
sumai idaman,”(Panggeran dari kerajaan Daha pun berdiri)
Kerajaan Daha
: “Tak waras
kalian, kalian hanya bermimpi mendaptkannya! Lihatlah aku, hanya aku yang
pantas mendapatkannya”(Panggeran dari kerajaan Beru pun berdiri)
Kerajaan
Beru : “Jangan dengarkan mereka! Putri, maukah
engkau menikah dengan ku?”
P. Dewi Seranting : “Sudah, sudah. Lebih baik kalian
bertarung sportif untuk memikat anakku,”
R. Tojang
Beru : “Benar sekali, silahkan siapa yang ingin
mulai duluan,”(Pangeran Datu Teruna dari Kerajaan Johor pun maju mendekati sang
putri)
Panggeran Datu Teruna: “Ehm.. ehm.. menurut adinda KERA apa
yang harus dimusnahkan?”
Putri
Mandalika : “Adinda tidak tau kakanda. KERA apa
itu?”
Pangeran Datu Teruna: “Keraguan untuk melamarmu adindaku
sayang ” (Sambil memberikan mawar merah)
Putri Mandalika : “Terimakasih kakanda”
(Pangeran Maliawang dari Kerajaan Lipur pun maju dan menyuruh
kerajaan Johor mundur)
Pangeran Malawaang: “Adinda ku nan cantik jelita… Kakanda
mau bilang sesuatu,”
Putri
Mandalika : “Apa kakanda Lipur?
Pangeran Maliawaang: “Kakanda sudah siap kalo Senin harus bangun
pagi, apalagi kalau bangun rumah tangga sama kamu adindaku” (Sambil memberikan
cincin berlian)
Kerajaan
Pane : “Adinda Mandalika, Kakanda tak ingin
daftar jadi boyband yang sedang tenar sekarang,”
Putri
Mandalika : “Mengapa kakanda? Kan boyband keren,”
Kerajaan
Pane : “Daripada daftar jadi Boyband mending
aku daftar jadi Boyfriend kamu aja adinda ku,” (sambil menyanyikan salah satu
reff lagu boyband) (Keraajaan Kuripan pun maju)
Kerajaan Kuripan : “Adinda jangan dengarkan rayuan mereka,”
Putri
Mandalika : “Mengapa kakanda? Apakah ada yang
salah?”
Kerajaan Kuripan : “Tidak adinda, bukan begitu. Buat kakanda,
semua hari itu selasa dinda,”
Putri
Mandalika : “Selasa?”
Kerajaan Kuripan : “Ya selasa ada di sulga kalo bareng
kamu,” (Sambil merasa terbang tinggi)
Kerajaan
Daha : “Adinda, punya lem gak?”
Putri
Mandalika : “Ada kakanda, emang untuk apa?”
Kerajaan
Daha : “Buat ngelem hati kita biar menyatu,”
Kerajaan
Beru : “Minggir kau Daha, aku ingin memberikan
kue donnat buat adinda,”
Putri
Mandalika : “Terimakasih kakanda,”
Kerajaan Beru : “Tapi coba adinda perhatikan setiap kue
donnat pasti bolong, tau gak kenapa?”
Putri Mandalika
: “Memangnya kenapa
kakanda?”
Kerajaan
Beru : “Biar kakanda bisa lihat wajah cantik adinda,
hahaii” (Sambil bergaya konyol melihat wajah putri mandalika dari bolongan
donnat”
Putri
Mandalika : “Terimakaih atas semuanya para pangeran tapi
saya… tidak akan memilih siapapun dari kalian,”
Para
pangeran : “Kenapa?” (Secara serentak)
Putri
Mandalika : “Karena saya tak ingin menyakiti hati
para pangeran jika saya memilih salah satu dari kalian,”
Panggeran Maliawang: “Tapi aku sungguh mencintaimu, putri
Mandalika”
Putri
Mandalika : “Aku tetap tidak bisa menerimamu
panggeran,”
Putri
Mandalika : “Maafkan aku jika aku mengatakan dirimu
egois. Saat aku memintamu untuk memikirkan rakyat, kau justru memikirkan kepentinganmu
sendiri. Dimana kelayakanmu menjadi seorang pemimpin sebuah negeri, bila kau
hanya memikirkan keinginanmu sendiri?”
Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua
pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 (bulan Sasak), bertempat di
Pantai Seger Kuta, Lombok Tengah. Semua pangeran yang diundang harus disertai
oleh seluruh rakyatnya masing-masing. Mereka harus datang ke tempat itu sebelum
matahari memancarkan sinarnya di ufuk Timur.
Hari yang ditunggu telah tiba, pantai Seger Kuta berubah menjadi
snagat ramai dengan kedatangan para rakyat. Tak berapa lama, sang Putri yang
sudah tersohor kecantikannya itu pun tiba di tempat dengan diusung menggunakan
usungan yang berlapiskan emas. Seluruh undangan serentak memberi hormat kepada
sang Putri yang didampingi oleh Ayahanda dan Ibundanya serta sejumlah pengawal
kerajaan. Suasana yang tadinya hiruk-pikuk berubah menjadi tenang.
Putri
Mandalika : “Aku tidak akan memilih siapapun,”
R. Tonjang
Beru : “Mengapa seperti itu putriku?”
Putri
Mandalika : “Wahai, Ayahanda dan Ibunda serta semua
pangeran maafkan aku, kuharap kalian bisa menjadi pemimpin yang bijak, tanpa
harus menaklukkan satu sama lainnya. Maafkan aku rakyat negeri Tojang Beru bila
aku pergi meninggalkan kalian saat ini.
P. Dewi Seranting : “Apa maksud mu putriku?”
Putri
Mandalika : “Diriku telah ditakdirkan menjadi Nyale
yang dapat kalain nikmati bersama, aku akan hadir setiap tahunnya, karena aku
bukan untuk satu pangeran semata, aku adalah untuk kalian semua, aku adalah
untuk rakyatku, untuk negeriku…”
(Tiba-tiba Putri Mandalika menceburkan diri ke dalam laut dan
langsung ditelan gelombang. Bersamaan dengan itu pula, angin bertiup kencang,
kilat dan petir pun menggelegar. Suasana di pantai itu menjadi kacau-balau.
Suara teriakan terdengar di mana-mana. Sesekali terdengar suara pekikan minta
tolong. Namun, suasana itu berlangsung tidak lama)
R. Tojang
Beru : “Mandalika-mandalika, dimana kamu putri
ku?”
P. Dewi Seranting : “Anakku? Mengapa kau pergi meninggalkan
ibumu ini?”
Rakyat
: “Lihatlah
binatang ini cacing laut, indah sekali. Warnanya pun cantik,”
Itulah kisah Bau Nyale.Penangkapan Nyale menjadi tradisi turun –
temurun di pulau Lombok. Pada saat acara Bau Nyale yang dilangsungkan pada masa
sekarang ini, mereka sejak sore hari mereka yang akan menangkap Nyale berkumpul
di pantai mengisi acara dengan peresean, membuat kemah dan mengisi acara malam
dengan berbagai kesenian tradisional seperti Betandak (berbalas pantun),
Bejambik (pemberian cendera mata kepada kekasih), serta Belancaran (pesiar
dengan perahu). Dan tak ketinggalan pula, digelar drama kolosal Putri Mandalika
di pantai Seger.
0 komentar:
Posting Komentar